Kamis, 11 Agustus 2011

Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri Dalam Beberapa Bahasa Di Dunia


Berikut ini adalah ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dalam beberapa bahasa di dunia. Siapa tahu anda ingin mengucapkannya kepada teman anda di daerah lain atau di negara lain, yang ikut merayakannya.

Indonesia : Selamat Lebaran, Selamat Idul Fitri
Banjar : Salamat Bahari raya
Jawa : Sugeng Riyadin
Padang : Selamet Idul Fitri
Sunda : Wilujeng boboran siyam
Afghanistan : Kochnay Akhtar
Arab : Aid Mubarok
Bangladesh : Rojar Eid
Belanda : Eigendom Mubarak
Bosnia : Ramazanski Bajram
Bulgaria : Pritezhavani Mubarak
Chech : Vlastnictvi Mubarak
Cina : Guoyou Mubalake
Denmark : Ejet Mubarak
Finladia : Omistama Mubarakiin
Inggris : Happy Eid El Fitr
Israel : Bebe’lanat Mawba’rak
Itali : Proprieta Mubarak
Jepang : Chuuko Mubaraku
Jerman : Besitz Mubarak
Korea : Junggo mubarakeu
Kroasia : Vlasnistvu Mubarak
Kurdishtan : Cejna Remezanê
Malaysia : Salam Aidilfitri
Mesir : Ed Karim atau Eid Sahid
Nigeria : Sallah
Perancis : Fete de l’aid
Persia Iran : Eid-e-Sayed Fitr
Polandia : Wlasnosia Mubarak
Portugis : Mubarak propriedade
Rumania : Mubarak aflate in proprietatea
Rusia : Prinadlezhashchikh Mubarakj
Senegal : Korite
Spanyol : Mubarak, de propiedad
Swedia : Agda Mubarak
Turki : Ramazan Bayrami
Urdu India : Choti Eid
Yunani : Aneekoeen Moeemparak



Selamat hari raya idul fitri,  minal aidzin wal faizin maafkan lahir dan batin
sumber: wikimu.com

Minggu, 07 Agustus 2011

Pakaian Tradisional di Jepang

JEPANG
Kimono
adalah pakaian tradisional masyarakat Jepang.
Memakai Kimono dalam bahasa Jepangnya disebut ''Kitsuke''. Memakai Kimono tidaklah mudah, banyak wanita Jepang yang sewaktu memakai Kimono harus dibantu oleh orang lain. Bahkan banyak kursus cara memakai Kimono.
Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari benang sutra kelas terbaik, sehingga Kimono formal harganya menjadi sangat mahal. Kimono juga tidak pernah dijual dalam keadaan sudah jadi, melainkan harus dipesan sesuai dengan ukuran badan pemakainya. Kimono juga tidak pernah dijahit dengan mesin, melainkan dijahit dengan tangan.
Membeli Kimono dimulai dengan memilih bahan kain untuk Kimono yang disebut ''Tanmono'' (bahasa Jepang: 反物 secara harafiah: "gulungan kain yang panjangnya 1 ''Tan'', atau kurang lebih 9 meter 14 senti"). Bahan untuk membuat Kimono haruslah bahan yang ditenun dengan sempurna dan tanpa cacat walau sedikitpun. Tanmono harus dibeli dalam satu gulungan dengan tidak menghitung tinggi badan si pemakai. Jika ''Tanmono'' dipakai untuk membuat Kimono untuk pemakai yang kebetulan bertubuh pendek dan ramping, maka akan banyak bahan Kimono yang tersisa.
''B-Tan Ichi'' (bahasa Jepang: B反市 secara harafiah: "Pasar Kain Kelas B") adalah penjualan obral bahan kain Kimono kelas B, untuk membandingkannya dengan bahan Kimono kelas "A" yang sempurna dan tanpa cacat.
kimono dahulu diperuntukkan untuk keluarga kerajaan di jaman Edo. Merupakan gaun untuk sebuah ceremony disebut Uchikake.

Sejarah Kimono
kimono
Kimono, tidak mendapat pengaruh dari pakaian tradisional Korea. Namun, kimono mengambil inspirasi dari pakaian tradisional Cina, "Hanfu" (Hanfu = han (suku han) fu (pakaian) -> hanfu = pakaian suku han). Kimono modern seperti yang kita lihat pada zaman sekarang sudah mulai dilihat sejak zaman Heian (sekitar tahun 800).
Kimono biasanya dibuat dari sutera jepang yang di-print dengan teknik "Yuzen". "Yuzen" maksudnya teknik cetak berulang - jadi, pattern dari kimono itu sebenarnya diulang2 (sejenis monogram). Banyak orang yang mengira bahwa kimono itu dilukis dan satu kimono itu mengandung satu lukisan, tapi sebenernya salah.
Menurut beberapa sumber, Kimono pada zaman dahulu harus dilepaskan bagian per bagian untuk dicucinya dan dijahit dan disambung kembali waktu mau dipakai, tapi perkembangan zaman telah mengeliminasi kebutuhan ini.
Sebagai pembeda dari pakaian Barat (yōfuku) yang dikenal sejak zaman Meiji, orang Jepang menyebut pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku ( pakaian Jepang). Sebelum dikenalnya pakaian Barat, semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut kimono. Sebutan lain untuk kimono adalah gofuku. Istilah gofuku mulanya dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu (bahasa Jepang : negara Go) yang tiba di Jepang dari daratan Cina.

Kimono ada yang untuk pria juga ada yang untuk wanita.... mari kita mengenal jenis-jenis kimono

Jenis kimono :

Kimono Pria
  ''Montsuki'' dengan ''Hakama'' dan ''Haori''.
Montsuki adalah Kimono pria yang paling formal yang di bagian punggungnya terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Kimono yang dikenakan pria berwarna gelap seperti biru tua atau hitam.
Hakama adalah semacam celana panjang yang dikenakan pria yang juga terbuat dari bahan berwarna gelap.
Haori adalah semacam jaket yang dikenakan pria sewaktu mengenakan Kimono.
Montsuki lengkap dengan Hakama dan Haori juga berfungsi sebagai pakaian pengantin pria. Selain sebagai pakaian pengantin pria, Montsuki lengkap dengan Hakama dan Haori hanya dikenakan pada waktu menghadiri upacara yang sangat resmi, seperti resepsi pemberian penghargaan dari Kaisar/pemerintah.
saat mengajar.
''Ki Nagashi'' adalah Kimono santai sehari-hari yang dikenakan pria untuk keluar rumah pada kesempatan tidak resmi. Bahannya bisa terbuat dari katun atau bahan campuran. Ki Nagashi banyak dikenakan pemeran Kabuki pada saat latihan atau guru tari tradisional Jepang pada 

Kimono Wanita
Jenis-jenis Kimono wanita yang disusun menurut tingkatan formalitas:
 Uchikake (打掛)
adalah kimono formal yang berwarna berwarna putih atau merah terang yang dipakai oleh sang pengantin di hari pernikahannya. Sekarang uchikake menjadi gaun untuk pernikahan. Dan kimono putih yang merupakan gaun tradisional disebut shiro-muku. Shiro berarti putih, dan muku berarti suci.
Berikut bagian dari hanayome (gaun pengantin wanita):
1.Hakoseko-------tas kecil. Namun sekarang, wanita juga memiliki beberapa tas seperti ini.
2.Kaiken----------Pedang kecil. Biasanya mereka meletakkannya di dalam sebuah sarung.
3.Suehiro---------Sebuah kipas, biasanya lebar dan besar. Hal ini menggambarkan bahwa harapan mereka untuk hidup bahagia di masa depan.
Pengantin Jepang

uchikake

''Kurotomesode''
Tomesode adalah jenis Kimono yang paling formal umumnya berwarna hitam yang hanya dikenakan oleh wanita yang sudah menikah. Pada Kimono jenis Tomesode terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Ciri khas Tomesode adalah motif yang indah pada ''Suso'' (bagian bawah sekitar kaki). Dikenakan untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta dan upacara yang sangat resmi lainnya.
furisode

''Furisode''
Furisode adalah Kimono formal untuk wanita muda yang belum menikah. Ciri khas Furisode adalah pada bagian lengannya yang menjuntai dan sangat lebar. Bahannya berwarna-warni cerah dengan motif yang mencolok. Dikenakan pada waktu menghadiri upacara "Seijin Shiki" (Hari menjadi Dewasa), menghadiri resepsi pernikahan teman, upacara wisuda, dan kunjungan ke kuil Shinto di hari-hari awal Tahun Baru(''Hatsumode'').
''Homongi''
Homongi (secara harafiah: "baju untuk berkunjung") adalah Kimono formal untuk wanita yang sudah menikah atau wanita dewasa yang belum menikah. Homongi dikenakan oleh wanita yang sudah menikah untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'').
''Iromuji''
Iromuji adalah jenis Kimono semiformal yang dapat menjadi Kimono formal jika mempunyai lambang keluarga (''Kamon''). Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Bahan untuk Kimono jenis Iromuji umumnya tidak bermotif dan berwarna merah jambu, biru muda, kuning muda atau warna-warna lembut lainnya. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta pernikahan atau upacara minum teh.
''Tsukesage''
Tsukesage adalah Kimono semi formal untuk wanita yang sudah/belum menikah. Menurut tingkatan formalitasnya, Tsukesage hanya setingkat dibawah Homongi. Dikenakan pada kesempatan menghadiri pesta pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'') yang tidak begitu formal.
''Komon''
Komon adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah. Ciri khasnya adalah motif sederhana yang kecil-kecil yang berulang. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta alumni, makan malam, bertemu dengan teman, dan menonton pertunjukan di gedung.
''Tsumugi''
Tsumugi adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah yang dikenakan sehari-hari di rumah, atau boleh juga dikenakan untuk keluar rumah seperti berbelanja atau jalan-jalan. Ciri khas Tsumugi adalah pada bahannya yang merupakan bahan tenunan sederhana dari katun atau sutra kelas rendah dengan benang yang tebal/kasar sehingga bisa tahan lama dipakai. Pada zaman dulu, Tsumugi digunakan untuk bekerja di ladang.
Yukata
Yukata adalah jenis Kimono nonformal Jepang yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis yang dipakai untuk kesempatan santai di musim panas.
Aksesori dan Pelengkap untuk Kimono
  ''Geta''(下駄)
''Geta'' adalah sandal dari kayu yang mempunyai hak, dipakai oleh pria maupun wanita yang memakai ''Yukata''. ''Geta'' berhak tinggi dan tebal yang dipakai oleh ''Maiko'' disebut ''Pokkuri''
  ''Junihitoe'' (十二単)
''Junihitoe'' adalah jubah 12 lapis yang dipakai oleh wanita Jepang zaman dulu di istana kaisar.
  ''Kanzashi''()
''Kanzashi'' adalah hiasan rambut seperti tusuk konde yang disisipkan ke rambut sewaktu memakai Kimono.
  ''Obi'' ()
''Obi'' adalah sabuk dari kain yang seperti stagen yang dililitkan ke badan pemakai untuk mengencangkan Kimono atau ''Yukata''.
  ''Tabi'' (足袋)
''Tabi'' adalah kaus kaki sepanjang betis yang dibelah dua pada bagian jari kaki untuk memisahkan jempol kaki dengan jari-jari kaki yang lain. ''Tabi'' dipakai sewaktu memakai sandal, walaupun ada juga Tabi dari kain keras dan dipakai begitu saja seperti sepatu bot.
  ''Waraji'' (草鞋)
''Waraji'' adalah sandal dari anyaman tali jerami.
  ''Zori'' (草履)
''Zori'' adalah sandal tradisional Jepang yang bisa terbuat dari kain atau anyaman sejenis rumput (''Igusa'').




Hakama

Sejarah
Walaupun sekarang dikenakan oleh pria dan wanita, hakama hingga zaman Edo hanya dipakai oleh pria. Laki-laki zaman zaman Yayoi mengenakan pakaian bagian bawah seperti celana panjang. Dari situs arkeologi ditemukan haniwa yang mengenakan pakaian seperti celana. Hakama yang dikenal orang sekarang, berasal dari celana yang dikenakan samurai sekitar zaman Kamakura.
Ketika itu ada berbagai model hakama, di antaranya umanoribakana untuk menunggang kuda, nobakama, dan hakama untuk kendo.
Tradisi mahasiswi mengenakan koburisode dan hakama ketika diwisuda merupakan peninggalan zaman Meiji. Ketika itu, perempuan mulai diizinkan bersekolah, dan mereka mengenakan kimono sewaktu pergi ke sekolah. Ketika duduk di kursi, bagian bawah kimono menjadi tidak rapi. Kementerian Pendidikan Jepang sewaktu mendirikan sekolah putri, menetapkan setelan kimono dan hakama yang dulunya hanya dipakai pria, sebagai seragam untuk murid perempuan dan guru wanita.
Bentuk
Hakama dibuat dari dua lembar kain polos berbentuk trapesium. Bagian depan diploi, 3 dari sisi kiri, dan 3 dari sisi kanan. Bagian belakang tidak diploi, namun dibagi menjadi bagian kiri dan kanan. Kain bagian depan dan kain bagian belakang, dari pinggang ke lutut dibiarkan tidak dijahit, dan hanya dijahit dari bagian lutut ke bawah.
Pada kain bagian belakang terdapat koshi-ita yang berbentuk trapesium dari papan atau kain keras yang dilapis kain. Di bawah koshi-ita dilengkapi sendok sepatu berukuran kecil yang disebut hera. Kegunaannya untuk diselipkan ke obi agar hakama tidak melorot.
Hakama dikencangkan dengan empat buah tali, dua buah tali yang lebih panjang terdapat di bagian depan, kiri dan kanan, sementara dua tali yang lebih pendek terdapat di bagian belakang, kiri dan kanan.
Jenis
·         Umanoribakama (馬乗袴?)
Kedua belah tungkai dibungkus seperti halnya sewaktu mengenakan celana panjang karena adanya jahitan mulai dari bagian selakangan hingga pergelangan kaki. Bagian bawah melebar sehingga pemakainya mudah bergerak. Jenis inilah yang dikenakan orang di kalangan bela diri tradisional.
·         Andonbakama (行灯袴?)
Dikenakan seperti halnya rok, andonbakama tidak membungkus kedua belah tungkai pemakainya. Dibandingkan umanoribakama, pemakainya kurang leluasa bergerak. Seperti halnya umanoribakama, andonbakama dipakai sebagai pakaian resmi. Mahasiswi mengenakan andonbakama bersama koburisode sewaktu diwisuda.
·         Machiaribakama (襠有袴?)
Seperti halnya kulot, kain dijahit di bagian selangkangan, mulai dari lutut ke bawah.
Nobakama (襠有袴?)
Bagian pergelakangan kaki dibuat sempit agar pemakainya leluasa bergerak, dan hanya dipakai sebagai celana sehari-hari.

Hakama lebih sering dipakai oleh laki-laki, namun terkadang wanita juga memakainya dalam acara formal dan semi formal seperti upacara minum teh, pesta pernikahan, dan seijin shiki. Anak laki-laki mengenakannya sewaktu merayakan Shichi-Go-San. Montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan setelan baju pengantin pria tradisional.
Di kalangan olahraga bela diri tradisional seperti kendo, aikido, dan kyūdō, hakama dipakai oleh pria dan wanita. Ketika tidak sedang bergulat, pesumo mengenakan kimono dan hakama ketika tampil di muka umum. Di kalangan Shinto, setelan kimono dan hakama adalah pakaian resmi kannushi dan miko.




Dalam pertandingan aikido, kendo dan kyudo


Hakama juga sering dipakai saat pesta kelulusan ataupun upacara kedewesaan
Dan dalam upacara agama Shinto yang disebut Miko