JEPANG
Kimono
adalah pakaian tradisional masyarakat Jepang.
Memakai Kimono dalam bahasa Jepangnya disebut ''Kitsuke''. Memakai Kimono tidaklah mudah, banyak wanita Jepang yang sewaktu memakai Kimono harus dibantu oleh orang lain. Bahkan banyak kursus cara memakai Kimono.
Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari benang sutra kelas terbaik, sehingga Kimono formal harganya menjadi sangat mahal. Kimono juga tidak pernah dijual dalam keadaan sudah jadi, melainkan harus dipesan sesuai dengan ukuran badan pemakainya. Kimono juga tidak pernah dijahit dengan mesin, melainkan dijahit dengan tangan.
Memakai Kimono dalam bahasa Jepangnya disebut ''Kitsuke''. Memakai Kimono tidaklah mudah, banyak wanita Jepang yang sewaktu memakai Kimono harus dibantu oleh orang lain. Bahkan banyak kursus cara memakai Kimono.
Kimono untuk kesempatan formal hanya dibuat dari benang sutra kelas terbaik, sehingga Kimono formal harganya menjadi sangat mahal. Kimono juga tidak pernah dijual dalam keadaan sudah jadi, melainkan harus dipesan sesuai dengan ukuran badan pemakainya. Kimono juga tidak pernah dijahit dengan mesin, melainkan dijahit dengan tangan.
Membeli Kimono dimulai dengan memilih bahan kain untuk Kimono yang disebut ''Tanmono'' (bahasa Jepang: 反物 secara harafiah: "gulungan kain yang panjangnya 1 ''Tan'', atau kurang lebih 9 meter 14 senti"). Bahan untuk membuat Kimono haruslah bahan yang ditenun dengan sempurna dan tanpa cacat walau sedikitpun. Tanmono harus dibeli dalam satu gulungan dengan tidak menghitung tinggi badan si pemakai. Jika ''Tanmono'' dipakai untuk membuat Kimono untuk pemakai yang kebetulan bertubuh pendek dan ramping, maka akan banyak bahan Kimono yang tersisa.
''B-Tan Ichi'' (bahasa Jepang: B反市 secara harafiah: "Pasar Kain Kelas B") adalah penjualan obral bahan kain Kimono kelas B, untuk membandingkannya dengan bahan Kimono kelas "A" yang sempurna dan tanpa cacat.
kimono dahulu diperuntukkan untuk keluarga kerajaan di jaman Edo. Merupakan gaun untuk sebuah ceremony disebut Uchikake.
kimono dahulu diperuntukkan untuk keluarga kerajaan di jaman Edo. Merupakan gaun untuk sebuah ceremony disebut Uchikake.
Sejarah Kimono
kimono |
Kimono, tidak mendapat pengaruh dari pakaian tradisional Korea. Namun, kimono mengambil inspirasi dari pakaian tradisional Cina, "Hanfu" (Hanfu = han (suku han) fu (pakaian) -> hanfu = pakaian suku han). Kimono modern seperti yang kita lihat pada zaman sekarang sudah mulai dilihat sejak zaman Heian (sekitar tahun 800).
Kimono biasanya dibuat dari sutera jepang yang di-print dengan teknik "Yuzen". "Yuzen" maksudnya teknik cetak berulang - jadi, pattern dari kimono itu sebenarnya diulang2 (sejenis monogram). Banyak orang yang mengira bahwa kimono itu dilukis dan satu kimono itu mengandung satu lukisan, tapi sebenernya salah.
Menurut beberapa sumber, Kimono pada zaman dahulu harus dilepaskan bagian per bagian untuk dicucinya dan dijahit dan disambung kembali waktu mau dipakai, tapi perkembangan zaman telah mengeliminasi kebutuhan ini.
Sebagai pembeda dari pakaian Barat (yōfuku) yang dikenal sejak zaman Meiji, orang Jepang menyebut pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku ( pakaian Jepang). Sebelum dikenalnya pakaian Barat, semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut kimono. Sebutan lain untuk kimono adalah gofuku. Istilah gofuku mulanya dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu (bahasa Jepang : negara Go) yang tiba di Jepang dari daratan Cina.Menurut beberapa sumber, Kimono pada zaman dahulu harus dilepaskan bagian per bagian untuk dicucinya dan dijahit dan disambung kembali waktu mau dipakai, tapi perkembangan zaman telah mengeliminasi kebutuhan ini.
Kimono ada yang untuk pria juga ada yang untuk wanita.... mari kita mengenal jenis-jenis kimono
Jenis kimono :
Kimono Pria
''Montsuki'' dengan ''Hakama'' dan ''Haori''.
Montsuki adalah Kimono pria yang paling formal yang di bagian punggungnya terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Kimono yang dikenakan pria berwarna gelap seperti biru tua atau hitam.
Hakama adalah semacam celana panjang yang dikenakan pria yang juga terbuat dari bahan berwarna gelap.
Haori adalah semacam jaket yang dikenakan pria sewaktu mengenakan Kimono.
Montsuki adalah Kimono pria yang paling formal yang di bagian punggungnya terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Kimono yang dikenakan pria berwarna gelap seperti biru tua atau hitam.
Hakama adalah semacam celana panjang yang dikenakan pria yang juga terbuat dari bahan berwarna gelap.
Haori adalah semacam jaket yang dikenakan pria sewaktu mengenakan Kimono.
Montsuki lengkap dengan Hakama dan Haori juga berfungsi sebagai pakaian pengantin pria. Selain sebagai pakaian pengantin pria, Montsuki lengkap dengan Hakama dan Haori hanya dikenakan pada waktu menghadiri upacara yang sangat resmi, seperti resepsi pemberian penghargaan dari Kaisar/pemerintah.
saat mengajar.
''Ki Nagashi'' adalah Kimono santai sehari-hari yang dikenakan pria untuk keluar rumah pada kesempatan tidak resmi. Bahannya bisa terbuat dari katun atau bahan campuran. Ki Nagashi banyak dikenakan pemeran Kabuki pada saat latihan atau guru tari tradisional Jepang pada
Kimono Wanita
Jenis-jenis Kimono wanita yang disusun menurut tingkatan formalitas:
Uchikake (打掛)
adalah kimono formal yang berwarna berwarna putih atau merah terang yang dipakai oleh sang pengantin di hari pernikahannya. Sekarang uchikake menjadi gaun untuk pernikahan. Dan kimono putih yang merupakan gaun tradisional disebut shiro-muku. Shiro berarti putih, dan muku berarti suci.
Berikut bagian dari hanayome (gaun pengantin wanita):
1.Hakoseko-------tas kecil. Namun sekarang, wanita juga memiliki beberapa tas seperti ini.
1.Hakoseko-------tas kecil. Namun sekarang, wanita juga memiliki beberapa tas seperti ini.
2.Kaiken----------Pedang kecil. Biasanya mereka meletakkannya di dalam sebuah sarung.
3.Suehiro---------Sebuah kipas, biasanya lebar dan besar. Hal ini menggambarkan bahwa harapan mereka untuk hidup bahagia di masa depan.
Pengantin Jepang |
uchikake |
''Kurotomesode''
Tomesode adalah jenis Kimono yang paling formal umumnya berwarna hitam yang hanya dikenakan oleh wanita yang sudah menikah. Pada Kimono jenis Tomesode terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Ciri khas Tomesode adalah motif yang indah pada ''Suso'' (bagian bawah sekitar kaki). Dikenakan untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta dan upacara yang sangat resmi lainnya.
Tomesode adalah jenis Kimono yang paling formal umumnya berwarna hitam yang hanya dikenakan oleh wanita yang sudah menikah. Pada Kimono jenis Tomesode terdapat lambang keluarga (''Kamon'') si pemakai. Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Ciri khas Tomesode adalah motif yang indah pada ''Suso'' (bagian bawah sekitar kaki). Dikenakan untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta dan upacara yang sangat resmi lainnya.
furisode |
''Furisode''
Furisode adalah Kimono formal untuk wanita muda yang belum menikah. Ciri khas Furisode adalah pada bagian lengannya yang menjuntai dan sangat lebar. Bahannya berwarna-warni cerah dengan motif yang mencolok. Dikenakan pada waktu menghadiri upacara "Seijin Shiki" (Hari menjadi Dewasa), menghadiri resepsi pernikahan teman, upacara wisuda, dan kunjungan ke kuil Shinto di hari-hari awal Tahun Baru(''Hatsumode'').
Furisode adalah Kimono formal untuk wanita muda yang belum menikah. Ciri khas Furisode adalah pada bagian lengannya yang menjuntai dan sangat lebar. Bahannya berwarna-warni cerah dengan motif yang mencolok. Dikenakan pada waktu menghadiri upacara "Seijin Shiki" (Hari menjadi Dewasa), menghadiri resepsi pernikahan teman, upacara wisuda, dan kunjungan ke kuil Shinto di hari-hari awal Tahun Baru(''Hatsumode'').
''Homongi''
Homongi (secara harafiah: "baju untuk berkunjung") adalah Kimono formal untuk wanita yang sudah menikah atau wanita dewasa yang belum menikah. Homongi dikenakan oleh wanita yang sudah menikah untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'').
Homongi (secara harafiah: "baju untuk berkunjung") adalah Kimono formal untuk wanita yang sudah menikah atau wanita dewasa yang belum menikah. Homongi dikenakan oleh wanita yang sudah menikah untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'').
''Iromuji''
Iromuji adalah jenis Kimono semiformal yang dapat menjadi Kimono formal jika mempunyai lambang keluarga (''Kamon''). Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Bahan untuk Kimono jenis Iromuji umumnya tidak bermotif dan berwarna merah jambu, biru muda, kuning muda atau warna-warna lembut lainnya. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta pernikahan atau upacara minum teh.
Iromuji adalah jenis Kimono semiformal yang dapat menjadi Kimono formal jika mempunyai lambang keluarga (''Kamon''). Lambang keluarga bisa terdapat satu tempat, tiga tempat, atau lima tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas Kimono. Bahan untuk Kimono jenis Iromuji umumnya tidak bermotif dan berwarna merah jambu, biru muda, kuning muda atau warna-warna lembut lainnya. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta pernikahan atau upacara minum teh.
''Tsukesage''
Tsukesage adalah Kimono semi formal untuk wanita yang sudah/belum menikah. Menurut tingkatan formalitasnya, Tsukesage hanya setingkat dibawah Homongi. Dikenakan pada kesempatan menghadiri pesta pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'') yang tidak begitu formal.
Tsukesage adalah Kimono semi formal untuk wanita yang sudah/belum menikah. Menurut tingkatan formalitasnya, Tsukesage hanya setingkat dibawah Homongi. Dikenakan pada kesempatan menghadiri pesta pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, dan upacara minum teh (''Sado'') yang tidak begitu formal.
''Komon''
Komon adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah. Ciri khasnya adalah motif sederhana yang kecil-kecil yang berulang. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta alumni, makan malam, bertemu dengan teman, dan menonton pertunjukan di gedung.
Komon adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah. Ciri khasnya adalah motif sederhana yang kecil-kecil yang berulang. Dikenakan pada waktu menghadiri pesta alumni, makan malam, bertemu dengan teman, dan menonton pertunjukan di gedung.
''Tsumugi''
Tsumugi adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah yang dikenakan sehari-hari di rumah, atau boleh juga dikenakan untuk keluar rumah seperti berbelanja atau jalan-jalan. Ciri khas Tsumugi adalah pada bahannya yang merupakan bahan tenunan sederhana dari katun atau sutra kelas rendah dengan benang yang tebal/kasar sehingga bisa tahan lama dipakai. Pada zaman dulu, Tsumugi digunakan untuk bekerja di ladang.
YukataTsumugi adalah Kimono santai untuk wanita yang sudah/belum menikah yang dikenakan sehari-hari di rumah, atau boleh juga dikenakan untuk keluar rumah seperti berbelanja atau jalan-jalan. Ciri khas Tsumugi adalah pada bahannya yang merupakan bahan tenunan sederhana dari katun atau sutra kelas rendah dengan benang yang tebal/kasar sehingga bisa tahan lama dipakai. Pada zaman dulu, Tsumugi digunakan untuk bekerja di ladang.
Yukata adalah jenis Kimono nonformal Jepang yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis yang dipakai untuk kesempatan santai di musim panas.
Aksesori dan Pelengkap untuk Kimono
''Geta''(下駄)
''Geta'' adalah sandal dari kayu yang mempunyai hak, dipakai oleh pria maupun wanita yang memakai ''Yukata''. ''Geta'' berhak tinggi dan tebal yang dipakai oleh ''Maiko'' disebut ''Pokkuri''
''Geta'' adalah sandal dari kayu yang mempunyai hak, dipakai oleh pria maupun wanita yang memakai ''Yukata''. ''Geta'' berhak tinggi dan tebal yang dipakai oleh ''Maiko'' disebut ''Pokkuri''
''Junihitoe'' (十二単)
''Junihitoe'' adalah jubah 12 lapis yang dipakai oleh wanita Jepang zaman dulu di istana kaisar.
''Junihitoe'' adalah jubah 12 lapis yang dipakai oleh wanita Jepang zaman dulu di istana kaisar.
''Kanzashi''(簪)
''Kanzashi'' adalah hiasan rambut seperti tusuk konde yang disisipkan ke rambut sewaktu memakai Kimono.
''Kanzashi'' adalah hiasan rambut seperti tusuk konde yang disisipkan ke rambut sewaktu memakai Kimono.
''Obi'' (帯)
''Obi'' adalah sabuk dari kain yang seperti stagen yang dililitkan ke badan pemakai untuk mengencangkan Kimono atau ''Yukata''.
''Obi'' adalah sabuk dari kain yang seperti stagen yang dililitkan ke badan pemakai untuk mengencangkan Kimono atau ''Yukata''.
''Tabi'' (足袋)
''Tabi'' adalah kaus kaki sepanjang betis yang dibelah dua pada bagian jari kaki untuk memisahkan jempol kaki dengan jari-jari kaki yang lain. ''Tabi'' dipakai sewaktu memakai sandal, walaupun ada juga Tabi dari kain keras dan dipakai begitu saja seperti sepatu bot.
''Tabi'' adalah kaus kaki sepanjang betis yang dibelah dua pada bagian jari kaki untuk memisahkan jempol kaki dengan jari-jari kaki yang lain. ''Tabi'' dipakai sewaktu memakai sandal, walaupun ada juga Tabi dari kain keras dan dipakai begitu saja seperti sepatu bot.
''Waraji'' (草鞋)
''Waraji'' adalah sandal dari anyaman tali jerami.
''Waraji'' adalah sandal dari anyaman tali jerami.
''Zori'' (草履)
''Zori'' adalah sandal tradisional Jepang yang bisa terbuat dari kain atau anyaman sejenis rumput (''Igusa'').
Hakama
Sejarah
Walaupun sekarang dikenakan oleh pria
dan wanita, hakama hingga zaman Edo hanya dipakai
oleh pria. Laki-laki zaman zaman Yayoi mengenakan
pakaian bagian bawah seperti celana panjang. Dari situs arkeologi ditemukan haniwa yang
mengenakan pakaian seperti celana. Hakama yang dikenal orang sekarang, berasal
dari celana yang dikenakan samurai sekitar zaman
Kamakura.
Ketika itu ada berbagai model hakama,
di antaranya umanoribakana untuk menunggang kuda, nobakama, dan
hakama untuk kendo.
Tradisi mahasiswi mengenakan koburisode dan hakama
ketika diwisuda merupakan peninggalan zaman Meiji. Ketika itu,
perempuan mulai diizinkan bersekolah, dan mereka mengenakan kimono sewaktu
pergi ke sekolah. Ketika duduk di kursi, bagian bawah kimono menjadi tidak
rapi. Kementerian Pendidikan Jepang sewaktu
mendirikan sekolah putri, menetapkan setelan kimono dan hakama yang dulunya
hanya dipakai pria, sebagai seragam untuk murid perempuan dan guru wanita.
Bentuk
Hakama dibuat dari dua lembar kain
polos berbentuk trapesium. Bagian depan diploi, 3 dari sisi
kiri, dan 3 dari sisi kanan. Bagian belakang tidak diploi, namun dibagi menjadi
bagian kiri dan kanan. Kain bagian depan dan kain bagian belakang, dari
pinggang ke lutut dibiarkan tidak dijahit, dan hanya dijahit dari bagian lutut
ke bawah.
Pada kain bagian belakang terdapat koshi-ita
yang berbentuk trapesium dari papan atau kain keras yang dilapis kain. Di bawah
koshi-ita dilengkapi sendok sepatu berukuran
kecil yang disebut hera. Kegunaannya untuk diselipkan ke obi agar hakama
tidak melorot.
Hakama dikencangkan dengan empat buah
tali, dua buah tali yang lebih panjang terdapat di bagian depan, kiri dan
kanan, sementara dua tali yang lebih pendek terdapat di bagian belakang, kiri
dan kanan.
Jenis
Kedua belah tungkai dibungkus
seperti halnya sewaktu mengenakan celana panjang karena adanya
jahitan mulai dari bagian selakangan hingga pergelangan kaki. Bagian bawah
melebar sehingga pemakainya mudah bergerak. Jenis inilah yang dikenakan orang
di kalangan bela diri tradisional.
Dikenakan seperti halnya rok, andonbakama tidak membungkus
kedua belah tungkai pemakainya. Dibandingkan umanoribakama, pemakainya
kurang leluasa bergerak. Seperti halnya umanoribakama, andonbakama dipakai
sebagai pakaian resmi. Mahasiswi mengenakan andonbakama bersama koburisode sewaktu
diwisuda.
Bagian pergelakangan kaki dibuat
sempit agar pemakainya leluasa bergerak, dan hanya dipakai sebagai celana
sehari-hari.
Hakama lebih sering dipakai oleh
laki-laki, namun terkadang wanita juga memakainya dalam acara formal dan semi
formal seperti upacara minum teh, pesta pernikahan, dan seijin shiki. Anak
laki-laki mengenakannya sewaktu merayakan Shichi-Go-San. Montsuki yang
dikenakan bersama hakama dan haori merupakan
setelan baju pengantin pria tradisional.
Di kalangan olahraga bela diri
tradisional seperti kendo, aikido, dan kyūdō, hakama
dipakai oleh pria dan wanita. Ketika tidak sedang bergulat, pesumo mengenakan
kimono dan hakama ketika tampil di muka umum. Di kalangan Shinto, setelan
kimono dan hakama adalah pakaian resmi kannushi dan miko.
Dalam pertandingan aikido, kendo dan kyudo
Hakama juga sering dipakai saat pesta
kelulusan ataupun upacara kedewesaan
Dan dalam upacara agama Shinto yang
disebut Miko
artikel yang sangat menarik , terimakasih informasinya ..
BalasHapusSaya suka dengan cewek jepang atau china asli.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus